KUNCI KEBERHASILAN MEMBANGUN SEBUAH BRAND

Oleh::::::Indira Abidin | Managing Director

Membangun jaringan franchise tak dapat dilepaskan dari pembangunan brand. Brand adalah kunci keberhasilan sebuah jaringan franchise. Kalau kita pelajari kunci keberhasilan jaringan franchise top dunia, seperti Subway, Mc Donald, KFC, ada tiga kunci yang harus selalu dijaga dalam membangun brand:

1.     Mendengarkan
Brand yang unggul selalu mengandalkan kemampuannya untuk mendengarkan dalam membangun brand. Dalam dinamika media sosial, setiap detik selalu ada kemungkinan nama brand kita disebut, diperbincangkan, dibahas, dipuji, atau dihujat. Pemantauan percakapan di berbagai media adalah jantung dari pembangunan brand yang berpusat pada stakeholders, bukan hanya konsumen. Memang konsumen adalah raja, tapi keberhasilan brand kita tidak hanya ditentukan oleh konsumen. Ada berbagai kelompok lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan brand kita, seperti NGO, pemerintah, komunitas, dll.

Brand perlu mengetahui aspirasi, harapan, ekspektasi bahkan frustasi yang dirasakan oleh stakeholders. Dari sana brand akan dapat mengetahui:
A.    Isyu yang sedang berkembang, marak dibicarakan dan dapat mempengaruhi pembangunan brand
B.     Kegiatan competitor dan bagaimana mengalahkan mereka
C.     Potensi krisis yang dapat terjadi
D.    Kesempatan bagi brand untuk menciptakan nilai dan memberi manfaat lebih dan unik
E.     Apa yang dicintai, dan apa yang dibenci dari brand
F.      Halangan-halangan yang dihadapi konsumen untuk mengkonsumsi brand
G.    Peraturan-peraturan yang dapat mempengaruhi pembangunan brand

Brand yang baru masuk di pasar harus mampu mengetahui bagaimana mereka dapat masuk melalui ‘celah’ yang tepat, membangun keunikan dan tidak menjadi sekedar pengikut brand lainnya. Kemampuan menemukan keunikan ini adalah salah satu kunci penting dalam penyusunan strategi brand, tahap berikutnya dalam pembangunan brand.

2.     Strategi
Keunggulan brand tidak dimulai dari logo atau iklan. Pembangunan brand harus dimulai dari pembangunan strategi yang tepat. Strategi inilah yang akan menentukan kemenangan brand di benak, hati dan dompet konsumen. Strategi harus ada sebelum menentukan logo, iklan, PR, bahkan baju penjual di lapangan. Dengan adanya strategi yang tepat, semua elemen pembangunan brand termasuk logo, iklan, disain baju, dll akan saling memperkuat menuju satu tujuan, dan akan mampu mencapai tujuannya merebut hati dan dompet konsumen. Strategi tersebut mencakup:
1.      Visi dan missi brand dalam konteks kehidupan stakeholders
2.      Janji yang harus selalu dipenuhi oleh brand
3.      Positioning brand yang membangun keunikan dan alasan utama bagi konsumen untuk mengkonsumsi brand
4.      Kepribadian, bagaimana brand tampil di muka konsumen, kalau ia menjadi orang, seperti apakah ia muncul? Muda, professional, atau petualan?
5.      Atribut yang ingin dibangun

Nah, kalau strategi dapat ditetapkan dengan jelas, akan sangat mudah membangun rencana implementasinya, karena semua aspek dalam pembangunan brand, dari logo, iklan, warna, sikap penjual, kata-kata yang harus digunakan dalam setiap komunikasi, pasar yang dijelajah, segmen yang dituju, semua akan singkron, saling mendukung, saling memadu dengan kuat dan indah.

3.     Implementasi
Salah kata kunci implementasi strategi pembangunan brand yang menjadi tantangan dalam bisnis franchise adalah: konsistensi.

Seluruh elemen yang terhubung dengan brand, dari aspek HCD (Human Capital Development) seperti kriteria rekrutmen staf, budaya perusahaan, sikap, kepribadian, penampilan staf; pemasaran, tata kelola kualitas, produksi, operasional, distribusi, keuangan, semua harus dijaga konsistensinya.
Dalam tahap inilah komunikasi berperan penting dalam menarik hati dan membangun loyalitas konsumen dan stakeholder lainnya. Apek komunikasi yang dimaksud bukan hanya logo, iklan, poster, pemberitaan dan pameran, tapi juga cara penjual berkomunikasi, antisipasi krisis, dan pemberdayaan seluruh karyawan untuk mampu menjadi duta yang efektif.

Sebuah riset mengatakan bahwa masih sedikit sekali brand yang memiliki panduan berkomunikasi. Sungguh sangat disayangkan, karena setiap karyawan memiliki potensi membangun brand atau merusak brand. Kalau karyawan tidak dipandu membangun brand, mereka tidak akan sadar akan sikapnya yang merusak brand. Siapa yang rugi kalau citra brand rusak karena ulah karyawan?

4.     Pemantauan
Siklus pembangunan brand berputar, kembali pada kemampuan mendengarkan. Brand harus tahu apakah komunikasi yang dilakukan tepat dan efektif mengenai sasaran, apakah konsumen dapat menemukan brand dengan mudah, dan apakah mereka tertarik dan loyal pada brand. Dengan mendengarkan, kita bisa memahami apakah kita sudah efektif dan efisien dalam membangun brand kita, atau apakah uang kita terbuang percuma.

Sangat disayangkan, berdasarkan riset, banyak sekali brand yang tidak terlalu peduli terhadap apa yang diperbincangkan oleh konsumen dan stakeholders lainnya, sehingga mereka tak mampu memprediksi perubahan di pasar dan akan dengan mudah dilindas oleh competitor yang lebih faham perubahan pasar karena lebih mau mendengar dan mengukur efektifitas/efisiensi dari kegiatan mereka.
Kemampuan mendengarkan ini akan membuat brand menjelajah “blue ocean” dan tidak berdarah-darah di “red ocean” yang penuh kompetisi.

Apabila keempat tahapan ini dijalankan dengan disiplin oleh brand, maka brand berkesempatan untuk tampil unik, memberikan nilai yang tepat bagi stakeholder, menjawab kebutuhan mereka dan mampu berinovasi memimpin perubahan dan menciptakan kesetiaan stakeholders.
Selamat membangun brand Anda


MEMILIH SEORANG MANAGER FRANCHISE


Di tulis oleh:: Ir. Royandi Yunus MBA., Konsultan Franchise IFBM Consulting

Sebuah perusahaan memutuskan untuk memasarkan produknya melalui sistem franchise. Setelah jadi bisnis modelnya, kemudian bersiap-siaplah perusahaan tersebut untuk mulai menjalankan pemasaran berdasarkan sistem franchise.

Dalam struktur organisasi perusahaan, dibuatlah sebuah wing baru, yaitu divisi franchise. Karena franchising adalah aktifitas pemasaran, kemudian diangkatlah seorang karyawan yang berdedikasi tinggi dari divisi pemasaran. Karyawan tersebut diberi jabatan sebagai Manajer Franchise dengan target kerja agar perusahaan dapat memiliki sejumlah Franchisee dalam kurun waktu tertentu.

Tepatkah memilih orang tersebut sebagai Manajer Franchise?

Dalam franchising, inti kegiatannya adalah branding, marketing dan training. Yang dimaksud dengan branding disini adalah mengharumkan dan “menjaga” brand milik perusahaan. Kemudian yang dimaksud marketing adalah mulai dari memasarkan bisnis model hingga “memilih Franchisee yang tepat”. Sedangkan yang dimaksud dengan training adalah bagaimana cara melatih dan “menjaga” usaha Franchisee agar tetap dapat berjalan sukses sesuai dengan pengalaman milik Franchisor yang dituangkan dalam bisnis model.

Melihat hal diatas, maka tugas dari seorang Manajer Franchise adalah pertama mengawasi dan bertanggung jawab atas rekrutmen Franchisee, bahwa Franchisee yang bergabung tidak akan membuat masalah bagi perusahaan. Kedua, menganalisa progress bisnis Franchisee (operasional dan keuangan Franchisee), memberikan bantuan dan atau pelatihan bila mereka mendapatkan masalah serta bertanggung jawab terhadap eksistensi brand perusahaan yang dipergunakan oleh Franchisee. Ketiga, mengatur dan bertanggung jawab atas biaya dan pendapatan divisi franchise.

Dengan tanggung jawab seperti diatas, maka kualifikasi dari seorang Manajer Franchise adalah kualifikasi dari seorang senior manajer atau general manajer. Orang tersebut harus pernah memiliki pengalaman manajerial yang cukup lama. Yang terpenting dalam posisi Manajer Franchise adalah, bahwa dia harus diberikan wewenang dalam hal memilih Franchisee, memberikan pelatihan secara segera kepada Franchisee serta memutuskan hubungan dengan Franchisee.

Dan hal utama yang sama pentingnya dengan kualifikasi orang pada posisi ini, yaitu bahwa divisi franchise bukanlah sekedar sebuah wing dari struktur organisasi perusahaan awal, tetapi merupakan sebuah organisasi sendiri yang mandiri. Hanya dengan demikian maka kemandirian atas kewenangan yang diberikan akan dapat berjalan tanpa terbentur oleh birokrasi lain yang ada dalam organisasi awal, dimana “mindset” dari para karyawan dalam organisasi awal dan organisasi franchise sudah pasti berbeda, yaitu bahwa mindset organisasi awal adalah mencari keuntungan untuk perusahaan sendiri, sedangkan mindset organisasi divisi franchise adalah membantu orang lain agar perusahaan orang lain tersebut mendapat untung. Selamat berbisnis.

7 HAL YANG BENAR - BENAR DI PELAJARI DI BISNIS WARALABA

artikel ini diambil di (eciputra.com)
Bisnis waralaba telah mengalami perkembangan dalam berbagai jenis. Namun di Indonesia, waralaba masih identik dengan produk makanan dan minuman. Bagi calon pengusaha muda, bisnis waralaba merupakan cara mudah untuk belajar bisnis. Dengan menjadi (ikut) waralaba atau franchisee, maka ia akan mendapat bimbingan dari pewaralaba (franchisor) tentang kiat dan usaha membangun kerajaan bisnisnya. Namun dengan modal yang telah ia berikan ke pewaralaba dan berbagai bimbingan yang telah dilakukan oleh pewaralaba secara intensif, tidak menjamin bisnis yang ia (franchisee) lakukan akan menemui keberhasilan. Berbagai faktor yang menyebabkan seorang franchisee menemui kegagalan dalam bisnis waralaba, antara lain:
1. Penyerahan modal yang cukup tinggi
Agar anda bisa ikut usaha dalam waralaba pada produk tertentu, anda harus menyerahkan modal awal agar anda memiliki hak menggunakan nama produk pewaralaba dan mendapatkan bantuan alat dan bimbingannya. Terkadang modal yang harus diserahkan dirasakan cukup tinggi, terutama waralaba dari luar negeri. Misalnya McDonalds mensyaratkan para franchisee harus memberikan deposit modal sekitar 405 juta rupiah untuk memegang hak (izin) memproduksi produk McDonalds delama 20 tahun. Maka untuk menjalankan produksi restaurant cepat saji McDonalds memerlukan dana sekitar 1 milyar lebih, baik untuk penyedian lokasi, gedung, bahan baku dan karyawan. Namun waralaba lokal biayanya lebih murah. Selain itu, ada beberapa waralaba yang dalam perjanjian kontraknya meminta sekian persen dari keuntungan / omzet yang telah diperoleh franchisee tiap tahunnya.
2. Biaya bahan baku yang lebih mahal
Biasanya, para pewaralaba menyediakan suplaier bahan baku bagi para franchisee untuk memproduksi produknya. Mereka beralasan bahan baku dari suplaier yang telah diajak bekerjasama oleh franchisor telah memenuhi standar mutu. Sehingga harga bahan bakunya pun agak lebih mahal dari harga pasar. Padahal dari kerjasama dengan suplaier tersebut, pewaralaba juga mendapatkan komisi. Dengan demikian margin keuntungan yang diperoleh oleh franchisee menjadi lebih kecil.
3. Modal usaha yang tidak mencukupi
Beberapa pewaralaba menyediakan opsi menarik untuk para calon franchisee untuk bergabung dalam bisnisnya, yaitu memberikan opsi cicilan dana dan suplai bahan bagi franchisee yang kekurangan modal. Namun, umumnya para franchisor tidak mau terlibat dalam penyediaan dana bagi para franchisee yang kekurangan modal, sehingga franchisee harus berusaha sendiri mencari tambahan modal. Pada masa paceklik tersebutlah, para franchisee harus gulung tikar di tengah jalan.
4. Pengaturan lokasi franchise yang tidak baik
Para pewaralaba yang mempertimbangkan strategi lokasi, biasanya hanya mengizinkan suatu perwakilan waralaba pada jarak/radius tertentu. Namun, tak sedikit pewaralaba yang mengizinkan berdirinya puluhan waralaba dalam satu lokasi (kota) dengan harapan ia mendapatkan keuntungan lebih dari modal yang disetor para franchisee. Hal ini sangat tidak bagus, karena para franchisee harus saling bersaing dengan merek dan produk yang sama dalam satu lokasi (radius tertentu). Misalnya dalam satu kota terdapat hingga 10 gerai restaurant cepat saji dengan produk yang sama.
5. Kreatifitas yang terbatas
Dalam bisnis waralaba, biasanya franchisor mengharuskan para franchisee menggunakan assesoris yang seragam pada tempat usahanya, baik menyangkut warna tempat, papan reklame, pernak-pernik, dan asesoris lainnya. Sehingga daya kreatifitas yang ingin dikembangkan oleh franchise menjadi terbatas untuk menarik para konsumen. Hal tersebut menjadi nilai negatif bagi wirausahawan yang mempunyai kreatifitas tinggi bagi tempat usahanya.
6. Penentuan lokasi yang kurang tepat
Salah satu kunci keberhasilan dalam membangun suatu bisnis adalah memilih lokasi yang tepat. Hal tersebut juga berlaku dalam berbisnis waralaba. Dalam menentukan lokasi  yang akan dijadikan sebagai tempat usaha waralaba, ada baiknya melakukan riset kecil-kecilan, baik yang menyangkut keramaian lokasi, minat warga sekitar akan produk yang akan anda jual, jumlah saingan usaha pada produk yang sejenis, dan juga kondisi ekonomi yang tengah dialami oleh masyarakat setempat. Jika simpulan anda tentang lokasi tersebut ternyata berprospek menjanjikan, maka segera lakukan action!
7. Kebangkrutan pewaralaba
Apa yang ada di dalam benak anda jika induk bisnis anda ternyata mengalami kebangkrutan disaat usaha anda sedang mangalami kemajuan. Maka anda harus berjuang sendiri tanpa lagi mendapat bantuan dan bimbingan dari franchisor. Hal tersebut akan memberikan tekanan batin dan ketakuatan dalam diri. Hal yang sama juga terjadi ketika rekan bisnis anda (waralaba sama) yang berada di lokasi lain ternyata gulung tikar, sehingga memunculkan keresahan, Mampukah saya bertahan?. (bn/kerjausaha.com)