Waralaba Cocok Untuk Pensiunan | SWA.co.id

Waralaba Cocok Untuk Pensiunan | SWA.co.id

Pemerintah telah membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berperan serta dalam bisnis waralaba, seperti di bidang usaha makanan dan minuman. Kesempatan ini diberikan melalui penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013.

Suryadi Sasmita, Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (paling kanan), dalam acara diskusi waralaba, di Kementerian Perdagangan.
Suryadi Sasmita, Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berharap kesempatan tersebut tidak hanya menjadi milik kaum muda, tetapi juga para pensiunan. “Orang yang baru pensiun umur 55 tahun, 57 tahun, kan masih muda, baru terima uang pensiun, jangan dihabiskan. Silahkan beli waralaba untuk masa depan dia,” terang Suryadi kepada SWA Online, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Pada bulan Februari lalu, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7  tentang pengembangan kemitraan dalam waralaba untuk jenis usaha makanan dan minuman. Dalam aturan tersebut tertera ketentuan bahwa pemberi waralaba untuk jenis usaha makanan dan minuman yang telah mempunyai 250 gerai, dan akan melakukan penambahan gerai, maka dapat memilih apakah akan diwaralabakan atau dikerjasamakan dengan pola penyertaan modal.
Misalnya, apabila perusahaan lebih memilih kemitraan dengan cara penyertaan modal, untuk nilai investasi gerai di bawah atau sama dengan Rp 10 miliar, maka paling sedikit 40 persennya wajib menyertakan modal pihak lain dengan mengutamakan pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM). Sementara untuk nilai investasi gerai di atas Rp 10 miliar, paling sedikit 30 persennya wajib menyertakan modal pihak lain dengan mengutamakan pengusaha UKM. “Jadi, ada kesempatan. Kesempatan ini dibuka bagus sekali oleh pemerintah,” tambah Suryadi.
Kesempatan ini, terang dia, seharusnya dimanfaatkan oleh para pensiunan. Uang pensiun yang mereka dapat bisa digunakan untuk berinvestasi di waralaba. Sehingga, para pensiunan bisa tetap mendapatkan penghasilan. “Kalau tidak begitu pensiun tidak ada kerjaan,” imbuhnya.
Namun, kendalanya adalah sosialisasi kepada para pensiunan terkait investasi di waralaba masih kurang. Ini, menurut dia, seharusnya diperhatikan oleh pemerintah. “Jadi perekonomian itu tumbuh bukan dari anak muda saja. Supaya orang-orang tua juga itu tidak membebankan negara, dia kan pasti tidak ada pendapatan. Inilah yang saya minta pemerintah mensosialisasikan juga,” tandasnya. (EVA)

KUNCI KEBERHASILAN MEMBANGUN SEBUAH BRAND

Oleh::::::Indira Abidin | Managing Director

Membangun jaringan franchise tak dapat dilepaskan dari pembangunan brand. Brand adalah kunci keberhasilan sebuah jaringan franchise. Kalau kita pelajari kunci keberhasilan jaringan franchise top dunia, seperti Subway, Mc Donald, KFC, ada tiga kunci yang harus selalu dijaga dalam membangun brand:

1.     Mendengarkan
Brand yang unggul selalu mengandalkan kemampuannya untuk mendengarkan dalam membangun brand. Dalam dinamika media sosial, setiap detik selalu ada kemungkinan nama brand kita disebut, diperbincangkan, dibahas, dipuji, atau dihujat. Pemantauan percakapan di berbagai media adalah jantung dari pembangunan brand yang berpusat pada stakeholders, bukan hanya konsumen. Memang konsumen adalah raja, tapi keberhasilan brand kita tidak hanya ditentukan oleh konsumen. Ada berbagai kelompok lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembangunan brand kita, seperti NGO, pemerintah, komunitas, dll.

Brand perlu mengetahui aspirasi, harapan, ekspektasi bahkan frustasi yang dirasakan oleh stakeholders. Dari sana brand akan dapat mengetahui:
A.    Isyu yang sedang berkembang, marak dibicarakan dan dapat mempengaruhi pembangunan brand
B.     Kegiatan competitor dan bagaimana mengalahkan mereka
C.     Potensi krisis yang dapat terjadi
D.    Kesempatan bagi brand untuk menciptakan nilai dan memberi manfaat lebih dan unik
E.     Apa yang dicintai, dan apa yang dibenci dari brand
F.      Halangan-halangan yang dihadapi konsumen untuk mengkonsumsi brand
G.    Peraturan-peraturan yang dapat mempengaruhi pembangunan brand

Brand yang baru masuk di pasar harus mampu mengetahui bagaimana mereka dapat masuk melalui ‘celah’ yang tepat, membangun keunikan dan tidak menjadi sekedar pengikut brand lainnya. Kemampuan menemukan keunikan ini adalah salah satu kunci penting dalam penyusunan strategi brand, tahap berikutnya dalam pembangunan brand.

2.     Strategi
Keunggulan brand tidak dimulai dari logo atau iklan. Pembangunan brand harus dimulai dari pembangunan strategi yang tepat. Strategi inilah yang akan menentukan kemenangan brand di benak, hati dan dompet konsumen. Strategi harus ada sebelum menentukan logo, iklan, PR, bahkan baju penjual di lapangan. Dengan adanya strategi yang tepat, semua elemen pembangunan brand termasuk logo, iklan, disain baju, dll akan saling memperkuat menuju satu tujuan, dan akan mampu mencapai tujuannya merebut hati dan dompet konsumen. Strategi tersebut mencakup:
1.      Visi dan missi brand dalam konteks kehidupan stakeholders
2.      Janji yang harus selalu dipenuhi oleh brand
3.      Positioning brand yang membangun keunikan dan alasan utama bagi konsumen untuk mengkonsumsi brand
4.      Kepribadian, bagaimana brand tampil di muka konsumen, kalau ia menjadi orang, seperti apakah ia muncul? Muda, professional, atau petualan?
5.      Atribut yang ingin dibangun

Nah, kalau strategi dapat ditetapkan dengan jelas, akan sangat mudah membangun rencana implementasinya, karena semua aspek dalam pembangunan brand, dari logo, iklan, warna, sikap penjual, kata-kata yang harus digunakan dalam setiap komunikasi, pasar yang dijelajah, segmen yang dituju, semua akan singkron, saling mendukung, saling memadu dengan kuat dan indah.

3.     Implementasi
Salah kata kunci implementasi strategi pembangunan brand yang menjadi tantangan dalam bisnis franchise adalah: konsistensi.

Seluruh elemen yang terhubung dengan brand, dari aspek HCD (Human Capital Development) seperti kriteria rekrutmen staf, budaya perusahaan, sikap, kepribadian, penampilan staf; pemasaran, tata kelola kualitas, produksi, operasional, distribusi, keuangan, semua harus dijaga konsistensinya.
Dalam tahap inilah komunikasi berperan penting dalam menarik hati dan membangun loyalitas konsumen dan stakeholder lainnya. Apek komunikasi yang dimaksud bukan hanya logo, iklan, poster, pemberitaan dan pameran, tapi juga cara penjual berkomunikasi, antisipasi krisis, dan pemberdayaan seluruh karyawan untuk mampu menjadi duta yang efektif.

Sebuah riset mengatakan bahwa masih sedikit sekali brand yang memiliki panduan berkomunikasi. Sungguh sangat disayangkan, karena setiap karyawan memiliki potensi membangun brand atau merusak brand. Kalau karyawan tidak dipandu membangun brand, mereka tidak akan sadar akan sikapnya yang merusak brand. Siapa yang rugi kalau citra brand rusak karena ulah karyawan?

4.     Pemantauan
Siklus pembangunan brand berputar, kembali pada kemampuan mendengarkan. Brand harus tahu apakah komunikasi yang dilakukan tepat dan efektif mengenai sasaran, apakah konsumen dapat menemukan brand dengan mudah, dan apakah mereka tertarik dan loyal pada brand. Dengan mendengarkan, kita bisa memahami apakah kita sudah efektif dan efisien dalam membangun brand kita, atau apakah uang kita terbuang percuma.

Sangat disayangkan, berdasarkan riset, banyak sekali brand yang tidak terlalu peduli terhadap apa yang diperbincangkan oleh konsumen dan stakeholders lainnya, sehingga mereka tak mampu memprediksi perubahan di pasar dan akan dengan mudah dilindas oleh competitor yang lebih faham perubahan pasar karena lebih mau mendengar dan mengukur efektifitas/efisiensi dari kegiatan mereka.
Kemampuan mendengarkan ini akan membuat brand menjelajah “blue ocean” dan tidak berdarah-darah di “red ocean” yang penuh kompetisi.

Apabila keempat tahapan ini dijalankan dengan disiplin oleh brand, maka brand berkesempatan untuk tampil unik, memberikan nilai yang tepat bagi stakeholder, menjawab kebutuhan mereka dan mampu berinovasi memimpin perubahan dan menciptakan kesetiaan stakeholders.
Selamat membangun brand Anda


MEMILIH SEORANG MANAGER FRANCHISE


Di tulis oleh:: Ir. Royandi Yunus MBA., Konsultan Franchise IFBM Consulting

Sebuah perusahaan memutuskan untuk memasarkan produknya melalui sistem franchise. Setelah jadi bisnis modelnya, kemudian bersiap-siaplah perusahaan tersebut untuk mulai menjalankan pemasaran berdasarkan sistem franchise.

Dalam struktur organisasi perusahaan, dibuatlah sebuah wing baru, yaitu divisi franchise. Karena franchising adalah aktifitas pemasaran, kemudian diangkatlah seorang karyawan yang berdedikasi tinggi dari divisi pemasaran. Karyawan tersebut diberi jabatan sebagai Manajer Franchise dengan target kerja agar perusahaan dapat memiliki sejumlah Franchisee dalam kurun waktu tertentu.

Tepatkah memilih orang tersebut sebagai Manajer Franchise?

Dalam franchising, inti kegiatannya adalah branding, marketing dan training. Yang dimaksud dengan branding disini adalah mengharumkan dan “menjaga” brand milik perusahaan. Kemudian yang dimaksud marketing adalah mulai dari memasarkan bisnis model hingga “memilih Franchisee yang tepat”. Sedangkan yang dimaksud dengan training adalah bagaimana cara melatih dan “menjaga” usaha Franchisee agar tetap dapat berjalan sukses sesuai dengan pengalaman milik Franchisor yang dituangkan dalam bisnis model.

Melihat hal diatas, maka tugas dari seorang Manajer Franchise adalah pertama mengawasi dan bertanggung jawab atas rekrutmen Franchisee, bahwa Franchisee yang bergabung tidak akan membuat masalah bagi perusahaan. Kedua, menganalisa progress bisnis Franchisee (operasional dan keuangan Franchisee), memberikan bantuan dan atau pelatihan bila mereka mendapatkan masalah serta bertanggung jawab terhadap eksistensi brand perusahaan yang dipergunakan oleh Franchisee. Ketiga, mengatur dan bertanggung jawab atas biaya dan pendapatan divisi franchise.

Dengan tanggung jawab seperti diatas, maka kualifikasi dari seorang Manajer Franchise adalah kualifikasi dari seorang senior manajer atau general manajer. Orang tersebut harus pernah memiliki pengalaman manajerial yang cukup lama. Yang terpenting dalam posisi Manajer Franchise adalah, bahwa dia harus diberikan wewenang dalam hal memilih Franchisee, memberikan pelatihan secara segera kepada Franchisee serta memutuskan hubungan dengan Franchisee.

Dan hal utama yang sama pentingnya dengan kualifikasi orang pada posisi ini, yaitu bahwa divisi franchise bukanlah sekedar sebuah wing dari struktur organisasi perusahaan awal, tetapi merupakan sebuah organisasi sendiri yang mandiri. Hanya dengan demikian maka kemandirian atas kewenangan yang diberikan akan dapat berjalan tanpa terbentur oleh birokrasi lain yang ada dalam organisasi awal, dimana “mindset” dari para karyawan dalam organisasi awal dan organisasi franchise sudah pasti berbeda, yaitu bahwa mindset organisasi awal adalah mencari keuntungan untuk perusahaan sendiri, sedangkan mindset organisasi divisi franchise adalah membantu orang lain agar perusahaan orang lain tersebut mendapat untung. Selamat berbisnis.